//
KAJIAN YURIDIS TENTANG EKSISTENSI KONSULTASI DAN PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH TERHADAP PERUBAHAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Pemesanan Versi cetak |
|
Pengarang | ISKA HARDEKA - Personal Name |
---|---|
Abstrak/Catatan Pasal 269 ayat (3) Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU PA) memberikan pengaturan bahwa untuk perubahan atas undang-undang dimaksud harus dikonsultasikan terlebih dahulu dan mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), namun di dalam pasal tersebut tidak diatur secara lengkap, baik mengenai prosedur dan tatacara pelaksanaan konsultasi dan pemberian pertimbangan dimaksud maupun mengenai mekanisme perubahan undang-undang yang disyaratkan harus adanya hal tersebut, serta tidak pula diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah kedudukannya. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme perubahan UU PA yang disyaratkan harus melalui konsultasi dan pertimbangan oleh DPRA maupun mengkaji porsedur dan tatacara pemberian konsultasi dan pertimbangan dimaksud. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku atau literatur-literatur dan pendapat para sarjana yang ada kaitannya dengan penelitian, serta diperkuat dengan hasil wawancara atas sejumlah responden yang terdiri dari akademisi dan praktisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan UU PA yang dimaksudkan di dalam Pasal 269 ayat (3) dimaksud yang mensyaratkan konsultasi dan permintaan pertimbangan dari DPRA hanya berlaku untuk perubahan melalui legislative review dan tidak untuk perubahan akibat judicial review, meskipun DPRA tetap memiliki peluang untuk memberikan pertimbangan atas perubahan akibat judicial review melalui tindakan Intervensi ataupun menjadi Pihak Terkait dalam perkara yang sedang berjalan. Adapun mengenai prosedur dan tatacara pelaksanaan konsultasi dan pertimbangan tersebut, meskipun dapat dilaksanakan dengan menggunakan dasar konvensi ketatanegaraan atau analogi kepada aturan hukum yang serupa, tetapi tidak memberikan kepastian hukum dan menjamin keadilan bagi Aceh sehingga pasal tersebut mesti direvisi atau dirumuskan lebih lanjut dalam suatu aturan yang terpisah serta bersifat rinci dan spesifik. Disarankan kepada DPRA agar proaktif dan peka terhadap urusan yang menyangkut kekhususan Aceh, termasuk dalam hal adanya pengujian UU PA oleh Mahkamah Konstitusi. Diharapkan kepada DPR agar segera merevisi Pasal 269 ayat (3) dimaksud atau membentuk aturan terperinci secara terpisah mengenai prosedur pelaksanaan konsultasi dan permintaan pertimbangan kepada DPRA untuk menjamin kepastian hukum pelaksanaan Pasal 269 ayat (3) tersebut. Kepada para Hakim Konstitusi disarankan pula untuk melibatkan pihak DPRA dalam setiap perkara pengujian UU PA sebagai bentuk penghormatan terhadap eksistensi Pasal 269 ayat (3) dimaksud. | |
Tempat Terbit | |
Literature Searching Service |
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-XI/2013 TENTANG KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT MEMILIH CALON HAKIM AGUNG YANG DI USULKAN OLEH KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA (HASFAR FUADI, 2014) |
|
Kembali ke sebelumnya | |