//
PENERAPAN SANKSI BAGI NARAPIDANA YANG MELARIKAN DIRI DARI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B TAKENGON |
|
BACA FULL TEXT ABSTRAK Pemesanan Versi cetak |
|
Pengarang | WINDA PUTRI LESTARI - Personal Name |
---|---|
Subject | INMATES (PRISONERS) - LEGAL STATUS PENAL INSTITUTIONS |
Bahasa | Indonesia |
Fakultas | Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala |
Tahun Terbit | 2017 |
Abstrak/Catatan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. Secara lebih tegas di atur didalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, melarang narapidana dan tahanan melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian. Apabila narapidana melanggar aturan tersebut maka akan dijatuhi sanksi disiplin berupa penempatan dalam sel pengasingan selama 6 (enam) hari dan dapat diperpanjang menjadi 12 (dua belas) hari. Namun dalam penerapannya narapidana ditempatkan di ruang isolasi selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sampai batas waktu yang tidak ditentukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tekengon, upaya penanggulangan yang dilakukan dan hambatan dalam penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri. Data dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Takengon melebihi dari apa yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dan upaya yang dilakukan adalah upaya preventif berupa membatasi ruang gerak narapidana, pendekatan terhadap narapidana, selektif dalam memberikan izin keluar, penambahan jumlah petugas, dan meningkatkan keamanan LAPAS sedangkan untuk upaya refresif adalah melakukan koordinasi dengan Kepolisian setempat untuk melakukan pencarian. Adapun hambatan dalam penerapan sanksi bagi narapidana yang melarikan diri adalah karena narapidana yang bersankutan sakit dan sarana prasarana dari Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri. Disarankan Kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Takengon dalam menjatuhkan sanksi kepada narapidana yang melarikan diri sesuai dengan Undang-Undang dan memberikan sosialisasi kepada bawahanya terkait apa yang di ditetapkan oleh Undang-Undang. | |
Tempat Terbit | Banda Aceh |
Literature Searching Service |
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS) |
Share Social Media | |
Tulisan yang Relevan KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP TINDAKAN NARAPIDANA MELARIKAN DIRI DARI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (SUATU PENELITIAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLASS II A BANDA ACEH) (MUHADIL IQBAL, 2019) |
|
Kembali ke sebelumnya | |